Rabu, 10 Desember 2014

REFISI MAKALAH FILSAFAT


Guru Perenialisme 2013.
Idealkah?
logo fkip.jpg

 

Filsafat Pendidikan
REF. MAT 3A/Absen 21
Pendidikan Matematika
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
2014



Istilah Perenialisme dikenal sebagai salah satu aliran filsafat yang bersifat tradisional yang  berasal dari bahasa latin, yaitu dibentuk dari kata perenis atau perennial yang berarti tumbuh terus menerus dari waktu kewaktu atau abadi. Dari pengertian tersebut diatas menekankan bahwa Perenialisme tak lekang oleh waktu, dan selalu mempercayai mengenai adanya nilai-nilai, norma-norma yang bersifat abadi dalam kehidupan ini. Perenialisme ini lahir dan merupakan reaksi dari aliran Progresivisme yang menekankan pada perubahan akan sesuatu yang baru. Perenialis berjalan mundur ke belakang  dan menggunakan kembali nilai atau prinsip umum yang menjadi pandangan hidup yang kuat pada zaman kuno atau abad pertengahan. Sikap ini bukanlah nostalgia semata (rindu akan hal-hal yang sudah lampau) tetapi telah berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan tersebut berguna bagi abad sekarang ini. Para Perenialis berpendapat bahwa dalam dunia yang tidak menentu tidak ada satu pun yang lebih bermanfaat daripada kepastian tujuan pendidikan dan kestabilan perilaku pendidik.
       Kaum perenialis melawan kegagalan-kegagalan dan tragedi dalam abad modern
ini dengan mundur kembali kepada kepercayaan yang aksiomatis yang telah teruji tangguh oleh sejarah. Di dalam perenialisme berisikan pengertian benda individual, esensi, aksiden, dan substansi, yaitu:
·         Benda individual adalah benda yang sebagaimana tampak di hadapan manusia yang dapat ditangkap oleh indra kita, seperti batu, kayu, dan lain-lain.
·         Esensi sesuatu adalah suatu kualitas tertentu yang menjadikan benda itu lebih baik intrinsik daripada halnya, misalnya manusia ditinjau dari esensinya adalah objek pemikir atau berpikir.
·         Aksiden adalah keadaan khusus yang dapat berubah-ubah dan sifatnya kurang penting dibandingkan dengan esensialnya, misalnya orang suka mengoleksi barang-barang mewah.
·         Subtansi adalah suatu kesatuan dari tiap-tiap hal individu dari yang khas dan yang universal, yang material dan yang spiritual.

       Pendidikan harus lebih banyak mengerahkan pusat perhatiannya pada kebudayaan ideal yang telah teruji. (Mohammad Noor Syam:1984)
Jadi intinya adalah bahwa Perenialisme memandang pendidikan untuk mengembalikan keadaan sekarang seperti sedia kala.
Pendukung filsafat Perenialisme adalah RM Hutchins dan Mortimer Adler. Hutchins (1963) mengembangkan kurikulum berdasarkan penelitian terhadap  Great Books (Buku Besar Bersejarah) dan pembahasan buku-buku klasik. Filsafat perenialisme terkenal dengan bahasa latinnya Philosophia Perenis. Pendiri utama dari aliran filsafat ini adalah Aristoteles  kemudian didukung dan dilanjutkan oleh St. Thomas Aquinas sebagai pemburu dan reformer utama dalam abad ke-13. Thomas Aquinas telah mengadakan beberapa perubahan sesuai dengan tuntunan agama Kristen tatkala agama itu datang. Kemudian lahir apa yang dikenal dengan nama Neo-Thomisme. Pada saat Neo-Thomisme masih dalam bentuk awam maupun dalam paham gerejawi sampai ke tingkat kebijaksanaan, maka ia terkenal dengan nama Perenialisme.

Berikut ini pandangan beberapa tokoh mengenai Perenialisme, yaitu:



1.    Plato (427-347 SM)

     Plato berpandangan bahwa realitas yang hakiki itu tetap tidak berubah. Realitas atau kenyataan-kenyataan itu tidak ada pada diri manusia sejak dari asalnya, yang berasal dari realitas yang hakiki. Menurut Plato, “dunia ideal”, bersumber dari ide mutlak, yaitu Tuhan. Kebenaran, pengetahuan, dan nilai sudah ada sebelum manusia lahir yang semuanya bersumber dari ide yang mutlak tadi. Manusia tidak mengusahakan dalam arti menciptakan kebenaran, pengetahuan, dan nilai moral, melainkan bagaimana manusia menemukan semuanya itu. Dengan menggunakan akal dan rasio, semuanya itu dapat ditemukan kembali oleh manusia.
Plato hidup pada zaman filsafat sofisme dimana kebenaran tidak dapat ditentukan dengan nilai mutlak. Tidak ada batas standar dari kebenaran itu sendiri. Hanya tergantung pada masing-masing individu. Hal ini tentu akan sangat merugikan banyak pihak dimana orang yang berkuasa lah yang menganggap dirinya paling benar. Atas dasar itulah Plato ingin mengubah bahwa kebenaran itu ada dan hakiki dapat diperoleh melalui proses berpikir tingkat tinggi.

2.    Aristoteles (384-322 SM)
     Aristoteles hidup pada abad keempat sebelum masehi, namun ia dinyatakan sebagai pemikir abad pertengahan. Karya-karya Aristoteles merupakan dasar berfikir abad pertengahan yang melahirkan Renaissance. Sikap positifnya terhadap inkuiry menyebabkan ia mendapat sebutan sebagai Bapak Sains Modern. Kebajikan akan menghasilkan kabahagiaan dan kebajikan, bukanlah pernyataan pemikiran atau perenungan pasif, melainkan merupakan sikap kemauan yang baik dari manusia. Menurut Aristoteles  manusia adalah makhluk materi dan rohani sekaligus. Sebagai materi, ia menyadari bahwa manusia dalam hidupnya berada dalam kondisi alam materi dan sosial. Sebagai makhluk rohani manusia sadar akan menuju pada proses yang lebih tinggi yang menuju kepada manusia ideal, manusia sempurna. Manusia sebagai hewan rasional memiliki kesadaran intelektual dan spiritual, ia hidup dalam alam materi sehingga akan menuju pada derajat yang lebih tinggi, yaitu kehidupan yang abadi, alam supernatural.
3.    Thomas Aquina
Menurut Aquina, tidak terdapat pertentangan antara filsafat (khususnya filsafat Aristoteles) dengan ajaran agama (Kristen). Keduanya dapat berjalan dalam lapangannya masing-masing. Thomas Aquina secara terus menerus dan tanpa ragu-ragu mendasarkan filsafatnya kepada filsafat Aristoteles. Dalam masalah pengetahuan, Thomas Aquina mengemukaan bahwa pengetahuan itu diperoleh sebagai persentuhan dunia luar dan oleh akal budi, menjadi pengetahuan. Selain pengetahuan manusia yang bersumber dari wahyu, manusia dapat memperoleh pengetahuan dengan melalui pengalaman dan rasionya (di sinilai ia mempertemukan pandangan filsafat idealism, realism, dan ajaran gerejanya). Filsafat Thomas Aquina disebut tomisme. Kadang-kadang orang tidak membedakan antara perenialisme dengan neotonisme. Perenialisme adalah sama dengan neotonisme dalam pendidikan.
Demikian pandangan para ahli mengenai manusia dan Perenialisme. Sedangkan menurut penulis Perenialisme merupakan suatu aliran filsafat pendidikan yang menginginkan pelaksanaan pendidikan sebagai suatu jalan untuk kembali dari kekacauan menuju suatu masyarakat yang ideal seperti abad pertengahan dan masa Yunani Kuno.
Perenialisme juga mempunyai pandangan tersendiri tentang pendidikan, yaitu Education As A Cultural Regression yang artinya pendidikan sebagai jalan kembali menuju kebudayaan masa lampau yang dianggap sebagai kebudayaan ideal. Tugas pendidikan adalah memberikan pengetahuan tentang nilai-nilai kebenaran yang pasti, absolut, dan abadi yang terdapat dalam kebudayaan masa lampau. Maka dari itu para penganut Perenialisme menganggap bahwa prinsip-prinsip pendidikan juga bersifat universal dan abadi. Hutchins juga mengemukakan bahwa “Pendidikan mengimplikasikan pengajaran. Pengajaran mengimplikasikan pengetahuan. Pengetahuan dalah kebenaran. Kebenaran di mana pun dan kapan pun adalah sama. Karena itu kapan pun dan di mana pun pendidikan adalah sama”. Selain itu pendidikan  dipandang sebagai suatu persiapan untuk hidup, bukan hidup itu sendiri. (Madjid Noor,dkk, 1987)
Filsafat pendidikan Perenialisme mempunyai empat prinsip dalam pembelajaran secara umum yang mesti dimiliki manusia, yaitu:
1.      Kebenaran bersifat universal dan tidak tergantung pada tempat, waktu, dan orang.
2.      Pendidikan yang baik melibatkan pencarian pemahaman atas kebenaran.
3.      Kebenaran dapat ditemukan dalam karya – karya agung.
4.      Pendidikan adalah kegiatan liberal untuk mengembangkan nalar .
Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut para ahli berpendapat tentang pendidikan, diantaranya:
a.       Menurut Plato adalah Program pendidikan yang ideal harus didasarkan atas paham adanya nafsu, kemauan, dan akal.
b.      Menurut Aristoteles adalah Perkembangan budi merupakan titik pusat perhatian pendidikan dengan filsafat sebagai alat untuk mencapainya.
c.       Menurut Thomas Aquinas adalah Pendidikan adalah menuntun kemampuan-kemampuan yang masih tidur agar menjadi aktif atau nyata.
Berbicara tentang pendidikan tentunya tidak terlepas dari subyek-subjek pendidikan diantaranya guru:
·         Hakikat Guru
Guru merupakan subjek utama pelaku pendidikan yang mana keberhasilan setiap siswanya akan sangat bergantung pada guru. Untuk itu diperlukanlah guru yang profesional dan mampu menjadi fasilitator bagi setiap siswanya untuk menerap serta menalar setiap ilmu yang diberikan. Guru berperan bukan sebagai perantara antara dunia dan jiwa anak, melainkan guru juga sebagai murid yang mengalami proses belajar. Disamping mengembangkan potensi self-discovery, ia juga melakukan otoritas moral kepada murid-muridnya karena guru memposisikan seorang yang professional yang qualified dan superior dibandingkan dengan muridnya. Guru harus memiliki aktualitas yang lebih dan pengetahuan yang sempurna.


 Berikut ini pandangan ahli perenialisme mengenai guru, yaitu:
a.       Guru mempunyai peranan dominan dalam penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di kelas.
            Akan tetapi jika didasarkan pada kurikulum 2013 ini akan menjadi penympangan dimana dalam kurikulum 2013 ini lah siswa yang harus dominan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Guru hanya sebagai fasilitator penyedia sarana dan prasarana siswa dalam mencapai konsep yang matang. Ini tentunya dibutuhkan strategi guru yang apik untuk mengatur bagaimana cara siswa agar lebih aktif dominan, bukan lagi menunggu ilmu dengan cara “disuapi” guru.

b.      Guru hendaknya orang yang menguasai suatu cabang ilmu, seorang guru yang ahli (a master teacher) bertugas membimbing diskusi yang akan memudahkan siswa menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang tepat. Guru dipandang sebagai orang yang memiliki otoritas dalam suatu bidang pengetahuan dan keahliannya tidak diragukan.
            Mengingat metode belajar Perenialisme adalah Diskusi maka seorang guru yang profesional dalam suatu bidang tentu akan sangat mempengaruhi minat siswa dalam bidang tersebut. Sebagai contoh, apabila dalam jalannya diskusi guru tidak menunjukan keprofesionalannya maka siswa pun akan malas dalam diskusi tersebut. Diskusi hanya sebagai kegiatan formalitas semata bukan lagi ajang untuk mempertemukan ide-ide atau pemikiran siswa untuk mengembangkan nalar. Tentu ini pun mengakibatkan ketidaksesuaian tujuan dari diskusi itu sendiri. Siswa akhirnya tidak mempunyai titik temu apa tujuan dari diskusi tersebut.
        Karena itu pendidikan harus mencakup pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya : spiritual, intelektual, imajinatif, fisik, ilmiah, bahasa, baik secara individual maupun secara kolektif, dan mendorong semua aspek ini ke arah kebaikan dan mencapai kesempurnaan. Dan guru lah yang sebagai motor penggerak semangat siswa agar mampu membuat siswa yakin seutuhnya .
Proses Kegiatan Belajar Mengajar
        Tuntutan tertinggi dalam belajar menurut Perenialisme, adalah latihan dan disiplin mental. Maka, teori dan praktik pendidikan haruslah mengarah kepada tuntunan tersebut. Teori dasar dalam belajar menurut Perenialisme terutama:
a)      Mental dicipline sebagai teori dasar
        Menurut Perenialisme sependapat latihan dan pembinaan berpikir adalah salah satu kewajiban tertinggi dalam belajar, atau keutamaan dalam proses belajar. Karena program pada umumnya dipusatkan kepada pembinaan kemampuan berpikir.
b)      Rasionalitas dan Asas Kemerdekaan
        Asas berpikir dan kemerdekaan harus menjadi tujuan utama pendidikan, otoritas berpikir harus disempurnakan sesempurna mungkin. Dan makna kemerdekaan pendidikan hendaknya membantu manusia untuk dirinya sendiri yang membedakannya dari makhluk yang lain. Fungsi belajar harus diabdikan bagi tujuan itu, yaitu aktualisasi diri manusia sebagai makhluk rasional yang bersifat merdeka.
c)      Leraning to Reason (belajar untuk berpikir)
        Bagaimana tugas berat ini dapat dilaksanakan, yakni belajar supaya mampu berpikir. Perenialisme tetap percaya dengan asas pembentukan kebiasaan dalam permulaan pendidikan anak. Kecakapan membaca, menulis, dan berhitung merupakan landasan dasar. Dan berdasarkan pentahapan itu, maka learning to reason menjadi tujuan pokok pendidikan sekolah menengah dan pendidikan tinggi.
d)     Belajar sebagai persiapan hidup
        Belajar untuk mampu berpikir bukanlah semata – mata tujuan kebajikan moral dan kebajikan intelektual dalam rangka aktualitas sebagai filosofis. Belajar untuk berpikir berarti pula guna memenuhi fungsi practical philosophy baik etika, sosial politik, ilmu dan seni.
e)      Learning through teaching
        Dalam pandangan Perenialisme, tugas guru bukanlah perantara antara dunia dengan jiwa anak, melainkan guru juga sebagai murid yang mengalami proses belajar sementara mengajar. Guru mengembangkan potensi – potensiself discovery, dan ia melakukan otoritas moral atas murid – muridny, karena ia seorang profesional yang memiliki kualifikasi dan superior dibandingkan dengan murid – muridnya. Guru harus mempunyai aktualitas yang lebih.
        Melihat proses belajar sedemikian rupa maka cukuplah peran guru akan sangat membantu siswa mencari jati dirinya dan akan membentuk karakter yang handal dan dibutuhkan dalam generasi selanjutnya yang bukan hanya cerdas kognitifnya saja akan tetapi sikap atau tingkah laku dan keterampilan mereka menjadi sesuatu yang cukup diperhitungkan. Dalam jalannya diskusi sangat penting dibutuhkan guru untuk mengawasi dan menyelaraskan pemikiran siswa agar sesuai dengan apa yang akan dicapai. Berikut yang perlu dilakukan guru pada saat diskusi mengingat kurikulum kita adalah 2013, yaitu:
1.      Sebelum jalannya diskusi guru memberikan pendahuluan atau review kembali materi atau hal yang akan bersangkutan dengan jalannnya diskusi.
2.      Memberikan pancingan beberapa pertanyaan untuk membangunkan nalar siswa agar siap untuk diskusi.
3.      Memberikan suatu permasalahan untuk didiskusikan siswanya, dengan catatan permasalahan harus merupakan hal-hal kontekstual agar mampu dibayangkan siswa dalam kehidupan sehari-hari.
4.      Setelah diskusi selesai pancing siswa agar menarik suatu kesimpulan.
5.      Refleksikan kembali kesimpulan tersebut dan dapatkan lah suatu ide pokok yang disetujui anggota diskusi lain.
        Jika hal-hal ini dijalankan oleh semua guru maka dengan usaha yang keras tujuan pendidikan pada kurikulum 2013 akan tercapai. Dalam hal ini dibutuhkan banyak peran untuk menyukseskannya salah satunya adalah guru.
Namun dalam prosesnya Perenialisme juga mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan yang harus kita cermati sebagai pelaksana pendidikan, yaitu:
Kelebihan
1.      Perenialisme mengangkat kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang menjadi pandangan hidup yang kokoh pada zaman kuno dan abad pertengahan.
2.      Perenialisme tetap percaya terhadap asas pembentukan kebiasaan dalam permulaan pendidikan anak.
3.      Dalam pendidikan perenialisme, siswa diberi kebebasan untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya dan siswa diberi kebebasan untuk mengemukakan pendapatnya.
4.      Siswa belajar untuk mencari tahu sendiri jawaban dari masalah atau pertanyaan yang timbul di awal pembelajaran.
5.      Membentuk output yang dihasilkan dari pendidikan di sekolah memilki keahlian dan kecakapan yang langsung dapat diterapkan dalam kehidupan masyarakat.
Kelemahan
1.      Non Kontekstual. Maka perlu pengembangan dalam pelaksanaannya sesuai kurikulum.
2.      Bersifat kaku akan perubahan.
3.      Focus perenialis mengenai kurikulum adalah pada disiplin-disiplin pengetahuan abadi , hal ini akan berdampak pada kurangnya perhatian pada realitas peserta didik dan minat-minat siswa.
4.      Mengabaikan kurikulum yang telah ditentukan, yang menjadi tradisi sekolah. Mengurangi bimbingan dan pengaruh guru.
Setelah mengetahui tentang kelebihan dan kekurangan dari Perenialisme maka akan sangat jelas terlintas gambaran penerapan Perenialisme dalam dunia pendidikan itu sendiri.
Kesimpulan
Pada dasarnya Perenialisme merupakan gagasan yang baik bila diterapkan dengan seksama dengan diiringi landasan moral setiap bangsa. Namun dalam kelemahannya terdapat beberapa yang tidak sesuai jika diterapkan di Indonesia mengingat moral Indonesia yang senang dengan gotong royong. Terdapat kelemahan Perenialisme yang kurang lebih akan menjadikan manusia atau siswa yang egois dan tidak peduli dengan kepentingan umum. Juga saat ini tema kurikulum yang diangkat di Indonesia adalah student center dan kontekstual, maka dalam pelaksanaannya tidak semerta-merta berdasarkan aliran Perenialisme akan tetapi disesuaikan dengan kebutuhan. Akan tidak sesuai nantinya jika dalam pelaksanaan Perenialisme kita mengambil semua pandangannya tanpa menyaring ulang sesuai kebutuhan bangsa.  Perenialisme akan menjadi sesuai jika dalam pelaksanaannya didasari dengan landasan pancasila dan moral bangsa Indonesia.






Daftar Pustaka
Agastya. Vol 01 N0. 02 Juli 2011. Jurnal Sejarah dan Pembelajarannya. Madiun:
Prodi Pendidikan Sejarah IKIP PGRI Madiun.
MTP-UNJA 2009. Aliran perenalisme dalam pendidikan. http://kukuhsilautama.wordpress.com/2011/03/31/aliran-perenialisme-dalam-pendidikan/ diakses pada tanggal 13 oktober 2014 pukul 14.04
Wahyuni. 2012. http://trinitycute.blogspot.com/2012/05/pendidikan-menurut-aliran-filsafat.html diakses pada 13 oktober 2014 pukul 22.32

           
























0 komentar:

Posting Komentar

komentarin dong... :(

 
Copyright (c) 2010 WELCOME TO MY KINGDOM :) and Powered by Blogger.