Guru Perenialisme 2013.
Idealkah?
Filsafat Pendidikan
REF. MAT 3A/Absen 21
Pendidikan Matematika
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
2014
Istilah
Perenialisme dikenal sebagai salah satu aliran filsafat yang bersifat
tradisional yang berasal dari bahasa
latin, yaitu dibentuk dari kata perenis atau perennial yang
berarti tumbuh terus menerus dari waktu kewaktu atau abadi. Dari pengertian
tersebut diatas menekankan bahwa Perenialisme tak lekang oleh waktu, dan selalu
mempercayai mengenai adanya nilai-nilai, norma-norma yang bersifat abadi dalam
kehidupan ini. Perenialisme ini lahir dan merupakan reaksi dari aliran
Progresivisme yang menekankan pada perubahan akan sesuatu yang baru. Perenialis
berjalan mundur ke belakang dan
menggunakan kembali nilai atau prinsip umum yang menjadi pandangan hidup yang
kuat pada zaman kuno atau abad pertengahan. Sikap ini bukanlah nostalgia semata
(rindu akan hal-hal yang sudah lampau) tetapi telah
berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan tersebut berguna bagi abad sekarang
ini. Para Perenialis berpendapat bahwa dalam dunia yang tidak menentu tidak
ada satu pun yang lebih bermanfaat daripada kepastian tujuan pendidikan dan
kestabilan perilaku pendidik.
Kaum perenialis melawan
kegagalan-kegagalan dan tragedi dalam abad modern
ini
dengan mundur kembali kepada kepercayaan yang aksiomatis yang telah teruji
tangguh oleh sejarah. Di dalam perenialisme berisikan pengertian benda
individual, esensi, aksiden, dan substansi, yaitu:
·
Benda
individual adalah benda yang sebagaimana tampak di hadapan manusia yang dapat
ditangkap oleh indra kita, seperti batu, kayu, dan lain-lain.
·
Esensi sesuatu
adalah suatu kualitas tertentu yang menjadikan benda itu lebih baik intrinsik
daripada halnya, misalnya manusia ditinjau dari esensinya adalah objek pemikir
atau berpikir.
·
Aksiden adalah
keadaan khusus yang dapat berubah-ubah dan sifatnya kurang penting dibandingkan
dengan esensialnya, misalnya orang suka mengoleksi barang-barang mewah.
·
Subtansi adalah
suatu kesatuan dari tiap-tiap hal individu dari yang khas dan yang universal,
yang material dan yang spiritual.
Pendidikan harus lebih banyak mengerahkan pusat perhatiannya
pada kebudayaan ideal yang telah teruji. (Mohammad Noor Syam:1984)
Jadi intinya adalah
bahwa Perenialisme memandang pendidikan untuk mengembalikan keadaan sekarang
seperti sedia kala.
Pendukung filsafat
Perenialisme adalah RM Hutchins dan Mortimer Adler. Hutchins (1963)
mengembangkan kurikulum berdasarkan penelitian terhadap Great Books (Buku Besar Bersejarah) dan
pembahasan buku-buku klasik. Filsafat perenialisme terkenal dengan bahasa
latinnya Philosophia Perenis. Pendiri utama dari aliran filsafat ini
adalah Aristoteles kemudian didukung dan
dilanjutkan oleh St. Thomas Aquinas sebagai pemburu dan reformer utama dalam
abad ke-13. Thomas Aquinas telah mengadakan beberapa perubahan sesuai dengan
tuntunan agama Kristen tatkala agama itu datang. Kemudian lahir apa yang
dikenal dengan nama Neo-Thomisme. Pada saat Neo-Thomisme masih dalam bentuk
awam maupun dalam paham gerejawi sampai ke tingkat kebijaksanaan, maka ia
terkenal dengan nama Perenialisme.
Berikut ini pandangan
beberapa tokoh mengenai Perenialisme, yaitu:
1. Plato (427-347 SM)
Plato berpandangan bahwa realitas
yang hakiki itu tetap tidak berubah. Realitas atau kenyataan-kenyataan itu
tidak ada pada diri manusia sejak dari asalnya, yang berasal dari realitas yang
hakiki. Menurut Plato, “dunia ideal”, bersumber dari ide
mutlak, yaitu Tuhan. Kebenaran, pengetahuan, dan nilai sudah ada sebelum
manusia lahir yang semuanya bersumber dari ide yang mutlak tadi. Manusia tidak
mengusahakan dalam arti menciptakan kebenaran, pengetahuan, dan nilai moral,
melainkan bagaimana manusia menemukan semuanya itu. Dengan menggunakan akal dan
rasio, semuanya itu dapat ditemukan kembali oleh manusia.
Plato hidup pada zaman filsafat sofisme dimana kebenaran tidak dapat
ditentukan dengan nilai mutlak. Tidak ada batas standar dari kebenaran itu
sendiri. Hanya tergantung pada masing-masing individu. Hal ini tentu akan
sangat merugikan banyak pihak dimana orang yang berkuasa lah yang menganggap
dirinya paling benar. Atas dasar itulah Plato ingin mengubah bahwa kebenaran
itu ada dan hakiki dapat diperoleh melalui proses berpikir tingkat tinggi.
2. Aristoteles (384-322 SM)
Aristoteles hidup pada abad keempat sebelum
masehi, namun ia dinyatakan sebagai pemikir abad pertengahan. Karya-karya
Aristoteles merupakan dasar berfikir abad pertengahan yang melahirkan
Renaissance. Sikap positifnya terhadap inkuiry menyebabkan ia mendapat sebutan
sebagai Bapak Sains Modern. Kebajikan akan menghasilkan kabahagiaan dan
kebajikan, bukanlah pernyataan pemikiran atau perenungan pasif, melainkan
merupakan sikap kemauan yang baik dari manusia. Menurut Aristoteles manusia adalah makhluk materi dan rohani
sekaligus. Sebagai materi, ia menyadari bahwa manusia dalam hidupnya berada
dalam kondisi alam materi dan sosial. Sebagai makhluk rohani manusia sadar akan
menuju pada proses yang lebih tinggi yang menuju kepada manusia ideal, manusia
sempurna. Manusia sebagai hewan rasional memiliki kesadaran intelektual dan
spiritual, ia hidup dalam alam materi sehingga akan menuju pada derajat yang
lebih tinggi, yaitu kehidupan yang abadi, alam supernatural.
3. Thomas Aquina
Menurut Aquina, tidak
terdapat pertentangan antara filsafat (khususnya filsafat Aristoteles) dengan
ajaran agama (Kristen). Keduanya dapat berjalan dalam lapangannya
masing-masing. Thomas Aquina secara terus menerus dan tanpa ragu-ragu
mendasarkan filsafatnya kepada filsafat Aristoteles. Dalam masalah pengetahuan,
Thomas Aquina mengemukaan bahwa pengetahuan itu diperoleh sebagai persentuhan
dunia luar dan oleh akal budi, menjadi pengetahuan. Selain pengetahuan manusia
yang bersumber dari wahyu, manusia dapat memperoleh pengetahuan dengan melalui
pengalaman dan rasionya (di sinilai ia mempertemukan pandangan filsafat
idealism, realism, dan ajaran gerejanya). Filsafat Thomas Aquina disebut tomisme.
Kadang-kadang orang tidak membedakan antara perenialisme dengan
neotonisme. Perenialisme adalah sama dengan neotonisme dalam pendidikan.
Demikian pandangan para
ahli mengenai manusia dan Perenialisme. Sedangkan menurut penulis Perenialisme
merupakan suatu aliran filsafat pendidikan yang menginginkan pelaksanaan
pendidikan sebagai suatu jalan untuk kembali dari kekacauan menuju suatu
masyarakat yang ideal seperti abad pertengahan dan masa Yunani Kuno.
Perenialisme juga
mempunyai pandangan tersendiri tentang pendidikan, yaitu Education As A
Cultural Regression yang artinya pendidikan sebagai jalan kembali menuju
kebudayaan masa lampau yang dianggap sebagai kebudayaan ideal. Tugas pendidikan
adalah memberikan pengetahuan tentang nilai-nilai kebenaran yang pasti,
absolut, dan abadi yang terdapat dalam kebudayaan masa lampau. Maka dari itu
para penganut Perenialisme menganggap bahwa prinsip-prinsip pendidikan juga
bersifat universal dan abadi. Hutchins juga mengemukakan bahwa “Pendidikan
mengimplikasikan pengajaran. Pengajaran mengimplikasikan pengetahuan.
Pengetahuan dalah kebenaran. Kebenaran di mana pun dan kapan pun adalah sama.
Karena itu kapan pun dan di mana pun pendidikan adalah sama”. Selain itu
pendidikan dipandang sebagai suatu
persiapan untuk hidup, bukan hidup itu sendiri. (Madjid Noor,dkk, 1987)
Filsafat pendidikan Perenialisme mempunyai empat prinsip dalam pembelajaran
secara umum yang mesti dimiliki manusia, yaitu:
1. Kebenaran bersifat universal dan tidak tergantung pada tempat, waktu, dan
orang.
2. Pendidikan yang baik melibatkan pencarian pemahaman atas kebenaran.
3. Kebenaran dapat ditemukan dalam karya – karya agung.
4. Pendidikan adalah kegiatan liberal untuk mengembangkan nalar .
Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut para ahli berpendapat tentang
pendidikan, diantaranya:
a. Menurut Plato adalah Program pendidikan yang ideal harus didasarkan atas
paham adanya nafsu, kemauan, dan akal.
b. Menurut Aristoteles adalah Perkembangan budi merupakan titik pusat
perhatian pendidikan dengan filsafat sebagai alat untuk mencapainya.
c. Menurut Thomas Aquinas adalah Pendidikan adalah menuntun
kemampuan-kemampuan yang masih tidur agar menjadi aktif atau nyata.
Berbicara tentang pendidikan tentunya tidak terlepas dari subyek-subjek
pendidikan diantaranya guru:
·
Hakikat Guru
Guru merupakan subjek utama pelaku pendidikan yang mana keberhasilan setiap
siswanya akan sangat bergantung pada guru. Untuk itu diperlukanlah guru yang
profesional dan mampu menjadi fasilitator bagi setiap siswanya untuk menerap
serta menalar setiap ilmu yang diberikan. Guru berperan bukan sebagai perantara
antara dunia dan jiwa anak, melainkan guru juga sebagai murid yang mengalami
proses belajar. Disamping mengembangkan potensi self-discovery, ia juga
melakukan otoritas moral kepada murid-muridnya karena guru memposisikan seorang
yang professional yang qualified dan superior dibandingkan dengan
muridnya. Guru harus memiliki aktualitas yang lebih dan pengetahuan yang
sempurna.
Berikut ini pandangan ahli
perenialisme mengenai guru, yaitu:
a.
Guru mempunyai peranan
dominan dalam penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di kelas.
Akan tetapi jika didasarkan pada kurikulum 2013 ini akan
menjadi penympangan dimana dalam kurikulum 2013 ini lah siswa yang harus
dominan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Guru hanya sebagai fasilitator
penyedia sarana dan prasarana siswa dalam mencapai konsep yang matang. Ini
tentunya dibutuhkan strategi guru yang apik untuk mengatur bagaimana cara siswa
agar lebih aktif dominan, bukan lagi menunggu ilmu dengan cara “disuapi” guru.
b.
Guru hendaknya orang
yang menguasai suatu cabang ilmu, seorang guru yang ahli (a master teacher)
bertugas membimbing diskusi yang akan memudahkan siswa menyimpulkan
kebenaran-kebenaran yang tepat. Guru dipandang sebagai orang yang memiliki
otoritas dalam suatu bidang pengetahuan dan keahliannya tidak diragukan.
Mengingat metode belajar Perenialisme adalah Diskusi maka
seorang guru yang profesional dalam suatu bidang tentu akan sangat mempengaruhi
minat siswa dalam bidang tersebut. Sebagai contoh, apabila dalam jalannya
diskusi guru tidak menunjukan keprofesionalannya maka siswa pun akan malas
dalam diskusi tersebut. Diskusi hanya sebagai kegiatan formalitas semata bukan
lagi ajang untuk mempertemukan ide-ide atau pemikiran siswa untuk mengembangkan
nalar. Tentu ini pun mengakibatkan ketidaksesuaian tujuan dari diskusi itu
sendiri. Siswa akhirnya tidak mempunyai titik temu apa tujuan dari diskusi
tersebut.
Karena itu pendidikan harus mencakup pertumbuhan manusia
dalam segala aspeknya : spiritual, intelektual, imajinatif, fisik, ilmiah,
bahasa, baik secara individual maupun secara kolektif, dan mendorong semua
aspek ini ke arah kebaikan dan mencapai kesempurnaan. Dan guru lah yang sebagai
motor penggerak semangat siswa agar mampu membuat siswa yakin seutuhnya .
Proses Kegiatan Belajar
Mengajar
Tuntutan tertinggi dalam belajar menurut Perenialisme, adalah
latihan dan disiplin mental. Maka, teori dan praktik pendidikan haruslah
mengarah kepada tuntunan tersebut. Teori dasar dalam belajar menurut Perenialisme
terutama:
a) Mental dicipline sebagai teori dasar
Menurut Perenialisme sependapat latihan dan pembinaan
berpikir adalah salah satu kewajiban tertinggi dalam belajar, atau keutamaan
dalam proses belajar. Karena program pada umumnya dipusatkan kepada pembinaan
kemampuan berpikir.
b) Rasionalitas dan Asas Kemerdekaan
Asas berpikir dan kemerdekaan harus menjadi tujuan utama
pendidikan, otoritas berpikir harus disempurnakan sesempurna mungkin. Dan makna
kemerdekaan pendidikan hendaknya membantu manusia untuk dirinya sendiri yang
membedakannya dari makhluk yang lain. Fungsi belajar harus diabdikan bagi
tujuan itu, yaitu aktualisasi diri manusia sebagai makhluk rasional yang
bersifat merdeka.
c) Leraning to Reason (belajar untuk
berpikir)
Bagaimana tugas berat ini dapat dilaksanakan, yakni belajar
supaya mampu berpikir. Perenialisme tetap percaya dengan asas pembentukan
kebiasaan dalam permulaan pendidikan anak. Kecakapan membaca, menulis, dan
berhitung merupakan landasan dasar. Dan berdasarkan pentahapan itu, maka
learning to reason menjadi tujuan pokok pendidikan sekolah menengah dan
pendidikan tinggi.
d) Belajar sebagai persiapan hidup
Belajar untuk mampu berpikir bukanlah semata – mata tujuan
kebajikan moral dan kebajikan intelektual dalam rangka aktualitas sebagai
filosofis. Belajar untuk berpikir berarti pula guna memenuhi fungsi practical
philosophy baik etika, sosial politik, ilmu dan seni.
e) Learning through teaching
Dalam pandangan Perenialisme, tugas guru bukanlah perantara
antara dunia dengan jiwa anak, melainkan guru juga sebagai murid yang mengalami
proses belajar sementara mengajar. Guru mengembangkan potensi – potensiself
discovery, dan ia melakukan otoritas moral atas murid – muridny, karena ia
seorang profesional yang memiliki kualifikasi dan superior dibandingkan dengan
murid – muridnya. Guru harus mempunyai aktualitas yang lebih.
Melihat proses belajar sedemikian rupa maka cukuplah peran
guru akan sangat membantu siswa mencari jati dirinya dan akan membentuk karakter
yang handal dan dibutuhkan dalam generasi selanjutnya yang bukan hanya cerdas
kognitifnya saja akan tetapi sikap atau tingkah laku dan keterampilan mereka
menjadi sesuatu yang cukup diperhitungkan. Dalam jalannya diskusi sangat
penting dibutuhkan guru untuk mengawasi dan menyelaraskan pemikiran siswa agar
sesuai dengan apa yang akan dicapai. Berikut yang perlu dilakukan guru pada
saat diskusi mengingat kurikulum kita adalah 2013, yaitu:
1.
Sebelum jalannya
diskusi guru memberikan pendahuluan atau review kembali materi atau hal yang
akan bersangkutan dengan jalannnya diskusi.
2.
Memberikan pancingan
beberapa pertanyaan untuk membangunkan nalar siswa agar siap untuk diskusi.
3.
Memberikan suatu
permasalahan untuk didiskusikan siswanya, dengan catatan permasalahan harus
merupakan hal-hal kontekstual agar mampu dibayangkan siswa dalam kehidupan
sehari-hari.
4.
Setelah diskusi selesai
pancing siswa agar menarik suatu kesimpulan.
5.
Refleksikan kembali
kesimpulan tersebut dan dapatkan lah suatu ide pokok yang disetujui anggota
diskusi lain.
Jika hal-hal ini dijalankan oleh semua guru maka dengan usaha
yang keras tujuan pendidikan pada kurikulum 2013 akan tercapai. Dalam hal ini
dibutuhkan banyak peran untuk menyukseskannya salah satunya adalah guru.
Namun dalam prosesnya
Perenialisme juga mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan yang harus kita
cermati sebagai pelaksana pendidikan, yaitu:
Kelebihan
1. Perenialisme mengangkat kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang
menjadi pandangan hidup yang kokoh pada zaman kuno dan abad pertengahan.
2. Perenialisme tetap percaya terhadap asas pembentukan kebiasaan dalam
permulaan pendidikan anak.
3. Dalam pendidikan perenialisme, siswa diberi kebebasan untuk mengembangkan
bakat dan kemampuannya dan siswa diberi kebebasan untuk mengemukakan
pendapatnya.
4. Siswa belajar untuk mencari tahu sendiri jawaban dari masalah atau
pertanyaan yang timbul di awal pembelajaran.
5. Membentuk output yang dihasilkan dari pendidikan di sekolah memilki
keahlian dan kecakapan yang langsung dapat diterapkan dalam kehidupan
masyarakat.
Kelemahan
1. Non Kontekstual. Maka perlu pengembangan dalam pelaksanaannya sesuai
kurikulum.
2. Bersifat kaku akan perubahan.
3. Focus perenialis mengenai kurikulum adalah pada disiplin-disiplin
pengetahuan abadi , hal ini akan berdampak pada kurangnya perhatian pada
realitas peserta didik dan minat-minat siswa.
4. Mengabaikan kurikulum yang telah ditentukan, yang menjadi tradisi sekolah.
Mengurangi bimbingan dan pengaruh guru.
Setelah mengetahui tentang kelebihan dan kekurangan dari Perenialisme maka
akan sangat jelas terlintas gambaran penerapan Perenialisme dalam dunia
pendidikan itu sendiri.
Kesimpulan
Pada dasarnya Perenialisme merupakan gagasan yang baik bila diterapkan
dengan seksama dengan diiringi landasan moral setiap bangsa. Namun dalam
kelemahannya terdapat beberapa yang tidak sesuai jika diterapkan di Indonesia
mengingat moral Indonesia yang senang dengan gotong royong. Terdapat kelemahan
Perenialisme yang kurang lebih akan menjadikan manusia atau siswa yang egois
dan tidak peduli dengan kepentingan umum. Juga saat ini tema kurikulum yang
diangkat di Indonesia adalah student center dan kontekstual, maka dalam
pelaksanaannya tidak semerta-merta berdasarkan aliran Perenialisme akan tetapi
disesuaikan dengan kebutuhan. Akan tidak sesuai nantinya jika dalam pelaksanaan
Perenialisme kita mengambil semua pandangannya tanpa menyaring ulang sesuai
kebutuhan bangsa. Perenialisme akan
menjadi sesuai jika dalam pelaksanaannya didasari dengan landasan pancasila dan
moral bangsa Indonesia.
Daftar Pustaka
Agastya. Vol 01 N0. 02 Juli 2011. Jurnal Sejarah dan Pembelajarannya.
Madiun:
Prodi Pendidikan Sejarah IKIP PGRI Madiun.
MTP-UNJA 2009. Aliran perenalisme dalam pendidikan. http://kukuhsilautama.wordpress.com/2011/03/31/aliran-perenialisme-dalam-pendidikan/ diakses pada tanggal
13 oktober 2014 pukul 14.04
Wahyuni. 2012. http://trinitycute.blogspot.com/2012/05/pendidikan-menurut-aliran-filsafat.html diakses pada 13
oktober 2014 pukul 22.32
0 komentar:
Posting Komentar
komentarin dong... :(